Closed Thread
Results 1 to 1 of 1

Thread: Raja Ampat, Biarlah Tetap Jadi Benteng Dunia...

  1. hampala's Avatar
    hampala is offline Hampala Hunter hampala has a reputation beyond repute hampala has a reputation beyond repute hampala has a reputation beyond repute hampala has a reputation beyond repute hampala has a reputation beyond repute hampala has a reputation beyond repute hampala has a reputation beyond repute hampala has a reputation beyond repute hampala has a reputation beyond repute hampala has a reputation beyond repute hampala has a reputation beyond repute
    Real Name
    Soni / Adi Wisaksono
    Join Date
    Mar 2005
    Location
    Magelang
    Posts
    4,600

    Raja Ampat, Biarlah Tetap Jadi Benteng Dunia...

    Raja Ampat, Biarlah Tetap Jadi Benteng Dunia...

    Tak berlebihan jika menyebut Raja Ampat di Papua Barat sebagai benteng utama dunia untuk mempertahankan keanekaragaman hayati laut. Kabupaten bahari yang terdiri 610 pulau itu menjadi "rumah" bagi 75 persen dari total jumlah spesies karang di dunia dan menjadi tempat hidup bagi 1.125 spesies ikan karang.

    Dengan keistimewaan seperti yang dimilikinya, Kabupaten Raja Ampat hasil pemekaran dari Kabupaten Sorong itu sepatutnya diberi perhatian ekstra agar lingkungan lautnya tetap lestari. Jika keanekaragaman hayati laut di Raja Ampat dapat terpelihara, dipastikan tiga perempat kekayaan bahari di dunia pun turut terjaga. Namun, langkah itu tak semudah membalik telapak tangan. Kekayaan alam di laut dan darat ini menjadi incaran banyak oknum untuk dieksploitasi tanpa memerhatikan dampak negatif pada lingkungan.

    Penangkapan ikan ilegal, pengeboman, serta pengelolaan wilayah yang tak ramah lingkungan mengancam ekosistem di perairan Raja Ampat. Untuk mencegah semakin parahnya kerusakan kawasan, wilayah berupa untaian 610 pulau ini menetapkan enam kawasan konservasi laut daerah (KKLD) atau marine protected area (MPA). Enam daerah itu, yang pada mulanya diusulkan masyarakat setempat—berfungsi sebagai tempat investasi (biota) demi menjamin ketersediaan ikan dan aneka biota lainnya secara berkelanjutan.

    Wilayah ini ada di Kepulauan Ayau-Asia, Wayag-Sayang, Teluk Mayalibit, Selat Dampier, Kofiau-Boo, dan Misool Timur-Selatan. Total luas KKLD mencapai 901.680 hektar (ha) jika ditambah dengan Suaka Margasatwa Laut Raja Ampat di Waigeo Barat Daya. Kawasan ini dideklarasikan Desember 2006 oleh Bupati Raja Ampat Marcus Wanma dan pada 12 Mei 2007 diresmikan Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi.

    "Raja Ampat banyak berkontribusi bagi penyelamatan bumi. Mari kita jaga agar lingkungan dapat mengurus dirinya secara alami sehingga bermanfaat bagi keberlanjutan ekonomi warga. Ini bisa dikerjakan. Namun, butuh kepemimpinan dan komitmen bersama para pemangku kepentingan. Jangan biarkan bupati (bekerja) sendiri," ujarnya di Waisai, ibu kota Raja Ampat.

    Mulai terkoyak
    Sayangnya, kini kawasan yang bak surga bagi aneka biota karang laut di daerah tropis itu secara perlahan terkoyak oleh penangkapan ikan menggunakan bom, apotas—istilah lokal, sianida, maupun mencungkil karang. Dari hasil pengamatan kesehatan karang di Timur Waigeo dan Teluk Mayalibit. Pertengahan April 2007, Conservation International (CI) Indonesia bersama tim Ekspedisi Caretta IV dari Marine Diving Club (MDC) Universitas Diponegoro Semarang menemukan tutupan karang di beberapa titik hanya kurang dari 25 persen dengan bekas-bekas pengeboman.

    Luas wilayah Raja Ampat yang mencapai 4,5 juta ha (hampir sama dengan luas Provinsi Jawa Barat) dengan 85 persen bagian berupa perairan laut menjadi area yang sulit dijaga keamanannya. Masyarakat adat sangat mendukung dan mau berpartisipasi mengawasi perairan yang menjadi hak ulayatnya. Namun, perahu mereka kalah canggih dari kapal para pengebom.

    Aparat keamanan TNI AL pun tak dapat berbuat banyak. Komandan Pangkalan TNI AL Sorong Kolonel (Laut) M Richad tak dapat menjamin wilayah perairan Raja Ampat bebas dari kegiatan ilegal baik pelanggaran wilayah atau penggunaan bom maupun potasium (apotas). Masalah klise yang muncul, armada kapal patroli sangat terbatas. Karena itu, pengawasan dalam rangka pengamanan wilayah dan sekaligus pelestarian ekosistem itu selayaknya menjadi tanggung jawab nasional dan internasional—mengingat kontribusi Raja Ampat bagi keselamatan lingkungan global.

    Julukan penyelamat bumi bagi Raja Ampat dari Numberi bukan sekadar orasi pemanis belaka. Kelestarian ekosistem laut itu merupakan penyumbang terbesar ketersediaan oksigen di dunia serta penyerap karbon dioksida (CO2). Jika terumbu karang dirusak, kelestarian antarekosistem laut yang saling memengaruhi itu pun akan rusak. Dampaknya, pemanasan global makin cepat.

    Dampak lokal, masyarakat setempat yang 90 persen menggantungkan diri di sektor perikanan menjadi semakin sulit mencari ikan. Selain itu, pariwisata yang selama ini digalakkan akan melesu karena kehilangan daya tariknya. Untuk mencegah itu terjadi, keseriusan setiap pihak untuk mendukung pelestarian Raja Ampat amat diperlukan. Penghuni bumi membutuhkan itu.

    Ichwan Susanto
    Jumat, 18 Mei 2007
    © 2002 Harian KOMPAS
    Attached Images
    Soni
    [email protected]
    08562910578
    ym id : super_hampala

    When there is water.... there will be fish....



Closed Thread

Bookmarks

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts