Adi Wisaksono Article : Hampala On Fly
Guys, lagi mulai kumpul-kumpul semua tulisan2 saya yang sudah dipublikasikan... semoga bisa menjadi buku yang menarik.. kira2 bisa terjual gak ya ??
Nah di bawah ini salah satu tulisan saya tentang fly tanpa tackle fly... tulisan sudah kejadian bertahun-tahun yang lalu.. jaman sebelum ada internet dan kamera digital...
terima kasih untuk Pak Djupri yang sudah bantu untuk nge scan `in nya...
Kalau ada teman-teman yang menemukan tulisan2 saya tolong saya dikabari.. saya tidak punya arsipnya soalnya..
Komputer yang saya pakai dulu hardisk`nya ko`it.. data ilang semua...
Ok.. silakan disimak.. semoga berguna....
1 Attachment(s)
Hampala On Fly (halaman 1)
Hampala On Fly
Oleh Adi Wisaksono
Heran, ikut kursus apa hingga ikan jadi pintar, bisa tahu umpan uang dikejar Cuma tipuan? Rasanya dulu hampala lebih gampang ditipu. Setelah minnow dan lure lainnya, serta belakangan popper, spinner dan akhirnya thin spoon tak ampuh lagi, jengkel dan penasaran saya coba pakai fly.
Padahal semula tak pernah terpikir akan mancing hampala memakai umpan yang populer untuk mancing dengan cara lecut itu.
Kebetulan September pas masuk awal musim penghujan, masa-masa puncak hampala banyak ke pinggir untuk mencari makanan. Tahu kenapa ? Karena saat itu sedang musim laron, rayap terbang yang menjadi kesukaan semua ikan. Di semua titik yang ada lampu penerangannya, disitulah hot spot hampala paling yahud.
Pertama saya harus tentukan dulu umpan fly yang akan dibawa. Saya berencana untuk menyiapkan saja tipe-tipe buh, yaitu popper buh dan slidder, dry fly dan minnow imitation. Popper buh dan slidder saya ambil karena kemiripannya dengan ikan kecil dan katak yang mencari makanan di permukaan, sementara dry fly lantaran persis laron, sedangkan minnow imitation tentunya karena sesuai diet hampala, yakni ikan kecil alias minnow.
Problem yang kemudian muncul, saya tidak punya joran dan reel khusus unuk mancing cara lecut. Jadi bagaimana cara melontarkan umpan enteng ini ke sasaran yang jauh ? Setelah membaca buku referensi, ternyata semua persoalan itu ada jalan keluarnya.
Khusus untuk popper bug dan slidder yang bentuknya lumayan gede – walau tetep lebih kecil dari lure tipe minnow terkecil, problem dipecahkan dengan memakai kenur paling halus, kelas 1 kg (2lb). Memang resiko putus tinggi, namun bukankah kepuasan menipu ikan lebih utama daripada ngotot pakai kenur besar tapi tidak dapat ikan ? Kenur kecil tentu akan membuat hambatan udara minimal sehingga jarak lontaran bisa maksimal. Semula saya mau pakai kenur merek Maxima, karena di Magelang tidak ada yang jual, terpaksa saya memakai Goldstring saja.
Berikutnya dry fly dan minnow imitation. Bentuknya yang super kecil dan banyak bulu-bulunya pasti tidak dapat diatasi hanya dengan kenur kecil. Nah pemecahannya di kenur utama saya pasang pelampung bening yang bisa diisi air. Air dalam pelampung tentu membuat umpan bisa dilempar cukup jauh, sementara pelampung yang bening diharapkan tidak akan membuat ikan jadi takut.
Sebenarnya ada satu teknik lain, yaitu umpan diikatkan di belakang poper model pensil (pencil popper). Tapi karena kenur umumnya sering terbelit ke kail pencil popper, metode ini tidak saya pakai.
1 Attachment(s)
Hampala On Fly (halaman 2)
Setelah semua siap, kini saya tinggal mencari teman yang mau diajak mancing. Saya berniat berangkat hari Senin, ternyata hari itu yang bisa berangkat cuman Mamik yang justru belum punya SIM (buat jadi sopir pengganti). Daripada harus menjadi sopir Magelang Wadas lintang yang jaraknya cukup jauh, takut terlalu lelah dan mengantuk di jalan, saya putuskan untuk naik bis umum saja. Mamik terpaksa setuju meski sebenarnya ia kurang suka naik mobil umum lantaran sering mabuk.
Bis meninggalkan Terminal Soekarno-Hatta Magelang pukul 6.30. Gara-gara cukup lama berhenti di terminal Purworejo, sampai di Prembun waktu sudah menunjukkan pukul 9.00. Dari Prembun selanjutnya kami pindah ke bis kecil menuju Wonosobo. Nah, disini situasinya mulai membikin jengkel. Walau semua tempat duduk telah terisi, ternyata bis masih belum mau berangkat juga dan kernet terus memanggil calon penumpang lain. Setelah menunggu 30 menit lagi dan ada sepuluh penumpang berdiri – yang salah satunya membawa kambing dan ayam, baru bisa meninggalkan terminal. Untung kami kebagian duduk paling belakang, jadi kaki masih agak leluasa bergerak.
Jarak Prembun ke Waduk Wadaslintang kira-kira 30km. Pada 10 km pertama jalan lurus dan rata, namun 20 km kemudian jalan mulai berkelok-kelok naik-turun dan banyak yang rusak, maklum daerah pegunungan. Kasihan Mamik. Ketika jalan masih mulus saja wajahnya sudah pucat, apalagi ketika mobil mulai terseok-seok !
“Ngerti bakal lungguh mbek wedhus aluwung aku turu nang ngomah (Tahu bakal duduk dengan kambing lebih baik saya tidur di rumah),” gerutunya tak habis-habis. Saya Cuma bisa terkekeh. Meski iba, saya tetap tak tahan untuk tertawa melihat ia menyumpah-nyumpah sembari membenamkan muka ke plastik.
Ia memang mabuk berat dan berulangkali muntah-muntah.
Derita Mamik berakhir ketika kami tiba di Pintu Air waduk. Waktu itu sudah pukul 10.30. Karena mendung, kami tidak menyangka waktu sudah begitu siang. Sebenarnya sempat muncul kekuatiran perjalanan kami bakal sia-sia, sebab setahu saya hampala biasanya makan pagi-pagi sekali. Namun mustahil saya balik lagi, apalagi Mamik !
Pintu Air atau Pelimpahan istilah penduduk setempat adalah tempat tujuan wisata, sehingga setiap pengunjung ditarik tiket masuk. Kekecualian bagi orang yang mau mancing. Karena membawa joran, kami juga dapat langsung masuk tanpa membayar karcis.
Kekuatiran saya kian bertambah ketika tiba di lokasi ternyata hujan rintik-rintik. Saya tanya Mamik mau terus atau pulang saja ? Meski kelihatan agak teler, ternyata ia masih bisa galak, “Mulih wae dewe !” (Pulang saja sendiri !). Tentu saja saya langsung tergelak. Mungkin ia pikir sudah kepalang basah dan saat itu kami memang betul-betul basah.
Di lokasi kami menjumpai banyak sekali bambu di tepian yang dilengkapi kenur dengan kail menyentuh permukaan air. Ternyata itu adalah joran milik penduduk untuk mancing ikan gabus dan hampala. Karena posisinya di permukaan, ikan yang menyambar umpan laron tentu akan terkait dengan sendirinya. Saya lihat sudah ada beberapa hampala setelapak tangan dan gabus yang terkail.
1 Attachment(s)
Hampala On Fly (halaman 3)
Walau sedikit kesiangan ternyata waktu kami masih tepat. Ketika melewati pinggiran, di sela sampah-sampah kayu dan daun yang hanyut oleh hujan semalam muncul hampala kecil-kecil yang lari serabutan. Tanpa dinyana dari bawah sekonyong-konyong ada yang menyambar. Itu dia ‘grander’ hampala !
Di pintu air yang di atasnya terdapat lampu jalan, saya berniat mencoba dry fly. Sementara Mamik seperti biasa tetap fanatik dengan minnow. Piranti yang saya siapkan ialah ril spining Banax seri Zeus 600W dengan 11 ball bearing yang saya isi kenur Goldstring kelas 1kg berdiameter 0,12 mm, serta joran Tornado dua batang kelas 1-3kg.
Pelampung bening yang dipasang satu meter di atas umpan saya isi dengan air hingga seperempatnya, kuatir jika terlalu berat malah membuat kenur terbebani berlebihan. Setelah ditambah kili-kili kecil saya sambungkan kenur kelas 3kg sebagai lider dan dry fly langsung diikat ke lider tanpa peniti atau snap swivel lagi.
Kasting pertama ke sekitar sampah kayu tidak langsung mendapat sambutan. Tapi ketika kenur mau hanis digulung, seekor hampala setelapak tangan mendadak muncul menyambar umpan. “Wow !”.
Serunya bukan main. Ikan sekecil itu ternyata bisa menarik kenur demikian panjang. Sampai agak lama saya bahkan tak berani menegakkan joran. Tak terbayang apa yang akan terjadi jika kelak umpan disambar `grander`.
Setelah mengajar selama lima menit baru hampala bisa dipinggirkan. Begitu seterusnya, hampir setiap kali kasting pasti ada yang menyambar. Lain halna dengan Mamik, ia justru sangat penasaran karena minnow-nya bolak-balik Cuma diikuti ikan namun tidak pernah disambar.
Kekuatiran saya terjadi pada suatu lemparan agak ke tengah. Umpan yang cuman separuh korek api itu menarik perhatian sang grander ! Semula mungkin ia mau menyambar hampala kecil yang mengikuti umpan, tetapi karena ikan kecil itu kemudian kabur, ia beralih menyambar fly.
Seketika irama detak jantung saya kacau-balau. Bulu kuduk pun merinding mendengar desir suara ril saat ikan tanpa kesulitan membawa umpan ke tengah lalu membenamkannya ke kedalaman. Drag yang cuman dipasang tiga ons agaknya sama sekali tak dirasa sebagai beban.
Mendadak ikan muncul lagi dan berenang sangat cepat menyusuri tepian menuju ke onggokan sampah. Sedetik kemudian joran tiba-tiba menjadi ringan. Ternyata kenur putus karena pelampung tersangkut ranting.
Aduh, padahal saya tidak bawa pelampung cadangan. Terpaksa percobaan memakai dry fly dihentikan. Meskipun grander tidak terangkat, saya anggap percobaan pertama ini cukup sukses.
1 Attachment(s)
Hampala On Fly (halaman 4)
Saat Mamik mendekat dan usul untuk pindah tempat – lantaran katanya ikan tidak mau makan, dengan terkekeh saya setujui permintaannya. Mamik mengusulkan untuk pindah ke lokasi bibit karamba dinaikkan. Itu berarti kami harus menyusuri waduk lewat jalan beraspal dengan naik ojek.
Tiba di lokasi kebetulan bibit nila baru diturunkan dari truk dan langsung dimasukkan ke karamba penampungan. Ada pula yang dimasukkan ke drum-drum terapung untuk nantinya dibawa ke karamba di tengah waduk.
Pada saat begini biasanya akan banyak hampala besar datang menanti bibit nila yang jatuh. Dan betul, di antara kejernihan air memang tampak hampala ukuran dua kiloan berenang mondar-mandir.
Segera saya siapkan popper bug, yaitu dengan mengikatkannya ke lider panjang satu meter dan lewat kili-kili disambung lagi ke kenur utama yang tadi sempat putus.
Kastin pertama popper bug dilempar jauh ke sisi keramba, tidak ada sambutan sampai umpan diangkat. Saya coba lagi. Pada lemparan kelima ada ikan berusaha menyambar umpan tapi tidak strike. Lemparan berikutnya saya ulang ke tempat yang sama. Baru beberapa gulung, tiba-tiba spul berputar sangat kencang dan popper bug hilang dari pandangan mata. “Hook up!”.
Saya berteriak memanggil Mamik. Saya memang butuh bantuan dia untuk memandu, karena dari samping akan terlihat jelas arah larinya kenur dibanding posisi saya yang vertikal ke kenur.
Ikan masih lari ke tengah. Alamak, merdu nian suara ril terdengar di telinga. Sekitar lima menit, tiba-tiba Mamik bilang ikan berbalik arah ke pinggir. Wah gawat. Kejadian seperti tadi bisa terulang. Tapi untunglah di lokasi ini tidak banyak sampah dan di bagian tepi justru dangkal.
Sungguh repot mengajar dengan kenur halus. Baru masuk dua meter, sebentar keluar keluar lagi sampai tiga meter. Begitu terjadi berulangkali sampai hampir 15 menit. Rasanya hampir putus asa untuk meminggirkannya.
Setengah jam baru ikan mulai menurut dan mau ditarik pelan-pelan, walau sesekali tetap berusaha lari lagi. Tanpa diduga, di samping saya ternyata ada belukar yang semula tak terlihat karena terendam. Ketika ikan mulai mendekat dan tampak semakin lemas, dengan sisa-sisa tenaganya ia berusaha masuk ke sela belukar. Usahanya berhasil.
Waaah, jadi bingung. Kalau saya paksa pasti kenur putus lagi. Saat itulah tiba-tiba Mamik hanya dengan celana kolor dan kacamata renang di kepala jalan melenggang. He-he, cerdik juga dia. Mamik memang pandai menyelam dan selalu siap dengan kacamata untuk mengambil minnow yang kadang tersangkut di dasar waduk.
Hampala On Fly (halaman 5)
Begitu Mamik menyelam ternyata ikan menjadi ketakutan dan lari lagi ke tengah. Celaka ! Kenur bisa putus karena masih terbelit di ranting. Untunglah Mamik cerdik tidak mencoba melepas kenur yang tersangkut, tetapi cuman menekan kenur ke bawah dengan jari agar tidak menggesek ranting.
Upaya pelarian tersebut ternyata yang terakhir. Karena setelah itu ikan tak berontak, termasuk sewaktu semakin ke pinggir mendekati Mamik yang masih tetap menekan kenur. Karena tidak membawa serok, Mamik dengan tangannya langsung menangkap ikan yang keadaannya sudah sangat lemas.
Wuaduh, pertarungan yang luar biasa dan pasti akan menjadi kenangan yang sangat manis. Setelah membuat foto-foto, akhirnya kami putuskan untuk pulang saja dan membawa hampala yang satu itu. Percuma ikan dirilis karena pasti akan diambil orang mengingat kondisinya sudah sangat lemah.
Mamik yang meskipun tidak mendapat ikan dan jarinya bagai terbakar saat tergesek kenur turut merasa puas, karena untuk pertama kali ia bisa menyaksikan manuver hampala di dalam air. Seperti nonton tayangan video mancing secara live katanya.
Ternyata bukan Cuma pemancing yang suka mode. Kalau kita kenalkan mode baru, terbukti ikan pun ingin pula mencobanya.