Tentang : Pengendalian Pencemaran Dan/Atau Perusakan Laut

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya alamnya berdasarkan
Wawasan Nusantara merupakan salah satu bagian lingkungan hidup
yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, berfungsi sebagai
ruang bagi kehidupan Bangsa;
b. bahwa pengelolaan Lingkungan laut beserta sumber daya alamnya
bertujuan untuk mernberikan manfaat sebesar besarnya bagi
kesejahteraan rakyat dan kelangsungan makhluk hidup lainnya;
c. bahwa meningkatnya kegiatan pembangunan di darat dan di laut
maupun pemanfaatan laut beserta sumber daya alamnya dapat
mengakibatkan pencemaran dan/ atau perusakan lingkungan laut
yang akhirnya dapat menurunkan mutu serta fungsi laut;
d. bahwa sehubungan dengan hal tersebut diatas, dipandang perlu
menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengendalian Pencemaran
dan/atau Perusakan Laut;
Mengingat :
1. Pasal. 5 ayat (2), Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan ketentuan
Pokok Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 8, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2823);
3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landasan Kontinen
Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1973 Nomor 1, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2994);
4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok Pokok
Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38,
tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
5. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983 Tentang Zona Ekonomi Ekslusif
Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 44, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3260);
6. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
(Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3274);
7. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran
Negara Tahun 1985 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3299);
8. Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Tahun 1982;
9. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);
10. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran
Negara Tahun 1992 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3493);
11. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
(lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3501);
12. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia
(Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3647);
13. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 98,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN
DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Laut adalah ruang wilayah lautan yang merupakan kesatuan geografis
beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya
ditentukan berdasarkan aspek fungsional;
2. Pencemaran Laut adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk
hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut
oleh kegiatan manusia sehingga kuatitasnya turun sampai ke tingkat
tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan
baku mutu dan/atau fungsinya;
3. Baku mutu air laut adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup,
zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur
pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air laut;
4. Perusakan laut adalah tindakan yang menimbulkan perubahan
langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya
yang metampui kriteria baku kerusakan laut;
5. Kerusakan laut adalah perubahan fisik dan/atau hayati laut yang
melewati kriteria baku kerusakan laut;
6. Kriteria baku kerusakan laut adalah ukuran batas perubahan sifat fisik
dan/atau hayati lingkungan laut yang dapat ditenggang;
7. Status mutu laut ada tingkatan mutu laut pada lokasi dan waktu
tertentu yang dini berdasarkan baku mutu air laut dan/atau kriteria
baku kerusakan laut;
8. Perlindungan mutu laut adalah setiap upaya atau kegiatan yang
dilakukan agar mutu laut tetap baik;
9. Pengendalian pencemaran dan/atau perusakan laut adalah setiap
upaya atau kegiatan pencegahan dan/atau penanggulangan dan/atau
pemulihan pencemaran dan/atau perusakan laut;
10. Pembuangan (dumping) adalah pembuangan limbah sebagai residu
suatu usaha dan/atau kegiatan dan/atau benda tam yang tidak
terpakai atau daluarsa ke laut;
11. Limbah adalah sisa usaha dan/atau kegiatan;
12. Limbah cair adalah sisa dan proses usaha dan/atau kegiatan yang
berwujud cair;
13. Limbah padat adalah sisa atau hasil samping dan suatu usaha dan/
atau kegiatan yang berwujud padat termasuk sampah;
14. Orang adalah orang perseorangan, dan/atau kelompok orang, dan/
atau badan hukum;
15. Instansi yang bertanggung jawab adalah instansi yang bertanggung
jawab di bidang pengendalian dampak lingkungan;
16. Menteri adalah Menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan
hidup.
Pasal 2
Perlindungan mutu laut meliputi upaya atau kegiatan pengendalian
pencemaran dan/atau perusakan laut bertujuan untuk mencegah atau
mengurangi turunnya mutu laut dan/atau rusaknya sumber daya laut.
BAB II PERLINDUNGAN MUTU LAUTPasal 3
Perlindungan mutu laut didasarkan pada baku mutu air laut, kriteria baku
kerusakan laut dan status mutu laut.
Pasal 4
Baku mutu air laut dan kriteria baku kerusakan laut sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ditetapkan oleh Menteri dengan mempertimbangkan masukan
dan menteri Lainnya dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen
terkait lainnya.
Pasal 5
(1) Status mutu laut ditetapkan berdasarkan inventarisasi dan/atau
penelitian data mutu air laut, kondisi tingkat kerusakan laut yang
mempengaruhi mutu laut.
(2) Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dapat menetapkan status mutu laut
berdasarkan pedoman teknis penetapan status mutu laut yang
ditetapkan oleh Kepala instansi yang bertanggung jawab.
(3) Dalam hal Gubernur Kepala Daerah Tingkat I tidak menetapkan status
mutu laut, maka Kepala instansi yang bertanggung jawab menetapkan
status mutu laut.
Pasal 6
Kepala instansi yang bertanggung jawab menetapkan pedoman teknis
penilaian dan penetapan status mutu laut.
Pasal 7(1) Air laut yang mutunya memenuhi baku mutu air laut dinyatakan
sebagai air laut yang status mutunya berada pada tingkatan baik.
(2) Air laut yang mutunya tidak memenuhi baku mutu air laut dinyatakan
sebagai air laut yang status mutunya berada pada tingkatan tercemar.
Pasal 8
(1) Lingkungan laut yang memenuhi kriteria baku kerusakan laut
dinyatakan sebagai lingkungan laut yang status mutunya pada
tingkatan baik.
(2) Lingkungan laut yang tidak memenuhi kriteria baku kerusakan laut
dinyatakan sebagai lingkungan laut yang status mutunya berada pada
tingkatan rusak.
BAB III PENCEGAHAN PENCEMARAN LAUT
Pasal 9
Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dilarang
melakukan perbuatan yang dapat menimbutkan pencemaran laut.
Pasal 10
(1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang dapat
menyebabkan pencemaran laut, wajib melakukan pencegahan
terjadinya pencemaran laut.
(2) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang membuang
limbahnya ke laut, wajib memenuhi persyaratan mengenai baku mutu
air laut, baku mutu limbah cair, baku mutu emisi dan ketentuan
ketentuan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 11
Kepala instansi yang bertanggung jawab menetapkan pedoman teknis
pencegahan pencemaran laut.
Pasal 12
Limbah cair dan/atau limbah padat dari kegiatan rutin operasional di laut
wajib dikelola dan dibuang di sarana pengeloLaan limbah cair dan/atau
limbah padat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB IV PENCEGAHAN PERUSAKAN LAUT
Pasal 13
Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dilarang
melakukan perbuatan yang dapat menimbutkan kerusakan laut.
Pasal 14
(1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang dapat
mengakibatkan kerusakan laut wajib melakukan pencegahan
perusakan laut.
(2) Kepala instansi yang bertanggung jawab menetapkan pedoman teknis
pencegahan perusakan laut.
BAB V PENANGGULANGAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT
Pasal 15
(1) Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang
mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan laut wajib melakukan
penanggulangan pencemaran dan/atau perusakan laut yang
diakibatkan oleh kegiatannya.
(2) Pedoman mengenai penanggutangan pencemaran dan/atau perusakan
laut sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan oleh Kelapa instansi
yang bertanggung jawab.
BAB VI PEMULIHAN MUTU LAUT
Pasal 16
(1) Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang
mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan laut wajib melakukan
pemulihan mutu laut.
(2) Pedoman mengenai pemulihan mutu laut sebagaimana dimaksud ayat
(1) ditetapkan oleh Kepala instansi yang bertanggung jawab.
BAB VII KEADAAN DARURAT
Pasal 17
(1) Dalam keadaan darurat, pembuangan benda ke laut yang berasal dari
usaha dan/atau kegiatan di laut dapat dilakukan tanpa izin, apabila:
a. pembuangan benda dimaksudkan untuk menjamin keselamatan
jiwa kegiatan di laut;
b. Pembuangan benda sebagaimana dimaksud pada huruf (a)
dapat dilakukan dengan syarat bahwa semua upaya pencegahan
yang layak tetah dilakukan atau pembuangan tersebut
merupakan cara terbaik untuk mencegah kerugian yang lebih
besar.
(2) Dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemilik
dan/atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib dan
segera memberitahukan kepada pejabat yang berwenang terdekat
dan/atau instansi yang bertanggung jawab.
(3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib
menyebutkan tentang benda yang dibuang, lokasi, waktu, jumlah dan
langkah-tangkah yang telah dilakukan.
(4) Instansi yang menerima taporan wajib melakukan tindakan
pencegahan meluasnya pencemaran dan/atau kerusakan laut serta
wajib melaporkan kepada Menteri.
(5) Biaya penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan laut serta
pemulihan mutu laut yang ditimbulkan oleh keadaan darurat, di
tanggung oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
BAB VIII DUMPING
Pasal 18
(1) Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang
melakukan dumping ke laut wajib mendapat izin Menteri.
(2) Tata cara dumping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
lebih lanjut oleh Menteri.
BAB IX PENGAWASAN
Pasal 19
(1) Menteri melakukan pengawasan terhadap penaatan penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya
pencemaran dan/atau perusakan laut.
(2) Untuk melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Menteri dapat menetapkan pejabat yang berwenang melakukan
pengawasan.
Pasal 2O
(1) Untuk melaksanakan tugasnya, pengawas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 berwenang melakukan pemantauan, meminta
keterangan, membuat saliman dan dokumen dan/atau membuat
catatan yang diperlukan, memasuki tempat tertentu, mengambil
contoh, memeriksa peratatan, memeriksa instalasi dan/atau alat
transportasi, serta meminta keterangan dan pihak yang bertanggung
jawab atas usaha dan/atau kegiatan.
(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang dimintai keterangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memenuhi permintaan
petugas pengawas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
undangan yang berlaku.
(3) Setiap pengawas wajib memperlihalkan surat tugas dan/atau tanda
pengenal serta wajib memperhalikan situasi dan kondisi tempat
pengawasan tersebut.
Pasal 21
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan, wajib:
a. mengizinkan pengawas memasuki lingkungan kerjanya dan membantu
terlaksananya tugas pengawasan tersebut;
b. memberikan keterangan dengan benar, baik secara lisan maupun
tertulis apabila hal itu diminta pengawas;
c. memberikan dokumen dan/atau data yang diperoleh pengawas;
d. mengizinkan pengawas untuk melakukan pengambilan contoh limbah
atau barang lainnya yang diperlukan pengawas; dan
e. mengizinkan pengawas untuk melakukan pengambilan gambar dan /
atau melakukan pemotretan di lokasi kerjanya.
Pasal 22
(1) Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib
menyampaikan laporan hasil pemantauan pengendalian pencemaran
dan/atau perusakan laut yang telah dilakukan kepada instansi yang
bertanggung jawab, instansi teknis dan instansi terkait lainnya.
(2) Pedoman dan tata cara pelaporan sebagaiman dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan lebih lanjut oleh Kelapa instansi yang bertanggung jawab.
BAB X PEMBIAYAAN
Pasal 23
(1) Biaya inventarisasi dari/atau penetitian dalam rangka penetapan
status mutu laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dibebankan
pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan/atau sumber dana
tambahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(2) Biaya pengawasan penaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau
sumber dana tambahan sesuai dengan peraturan perundangundangan
yang berlaku.
BAB X GANTI RUGI
Pasal 24
(1) Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang
mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan laut wajib
menanggung biaya penanggutangan pencemaran dan/atau perusakan
laut serta biaya pemulihannya.
(2) Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang
menimbulkan kerugian bagi pihak tam, akibat terjadinya pencemaran
dan/atau perusakan laut wajib membayar ganti rugi terhadap pihak
yang dirugikan.
Pasal 25
Tata cara perhitungan biaya, penagihan dan pembayaran ganti rugi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.
BAB XII KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 26
Setelah diundangkannya Peraturan Pemerintah ini, setiap usaha dan/atau
kegiatan wajib menyesuaikan persyaratan berdasarkan Peraturan Pemerintah
ini.
BAB XIII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini semua peraturan perundang
undangan yang berkaitan dengan pengendalian pencemaran dan/atau
perusakan laut yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 28
Peraturan Pemerintah I mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah I dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Februari 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 32
Penjelasan Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No. 19 Tahun 1999
Tentang : Pengendalian Pencemaran Dan/Atau Perusakan Laut
I. UMUM
Sebagian besar wilayah Republik Indonesia berupa perairan laut yang
letaknya sangat strategis. Perairan laut Indonesia selain dimanfaatkan
sebagai sarana perhubungan laut lokal maupun internasional, juga memiliki
sumber daya laut yang sangat kaya dan penting, antara lain sumber daya
perikanan, terumbu karang, padang lamun, mangrove dan pada daerah
pesisir dapat dimanfaatkan sebagai obyek wisata yang menarik. Laut juga
mempunyai arti penting bagi kehidupan makhluk hidup seperti manusia, juga
ikan, tumbuh-tumbuhan dan biota laut lainnya. Hal. ini menunjukkan bahwa
sektor kelautan mempunyai potensi yang sangat besar untuk dapat ikut
mendorong pembangunan di masa kini maupun masa depan. Oleh karena
itu, laut yang merupakan salah satu sumber daya alam, sangat perlu untuk
dilindungi. Hal ini berarti pemanfaatannya harus dilakukan dengan bijaksana
dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang dan yang akan
datang. Agar laut dapat bermanfaat secara berkelanjutan dengan tingkat
mutu yang diinginkan, maka kegiatan pengendalian pencemaran dan/atau
perusakan laut menjadi sangat penting. Pengendalian pencemaran dan/atau
perusakan ini merupakan salah satu bagian dan kegiatan pengelolaan
lingkungan hidup.
1. Pencemaran laut diartikan dengan masuknya atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kuatitasnya turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak
sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya. Hal ini berarti,
bahwa perlu ditetapkan baku mutu air laut yang berfungsi sebagai
tolak ukur untuk menentukan telah terjadinya pencemaran laut. Selain
itu juga sangat berguna bagi penentuan status mutu laut. Karena
sangat erat kaitannya antara tingkat pencemaran laut dengan status
mutu laut itu sendiri.
2. Perusakan laut adalah tindakan yang menimbulkan perubahan
langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau
hayatinya yang melampaui kriteria baku kerusakan laut. Hal ini berarti
bahwa perlu ditetapkan kriteria baku kerusakan laut yang berfungsi
sebagai tolok ukur untuk menentukan tingkat kerusakan laut. Selain
itu juga sangat berguna bagi penentuan status mutu laut. Karena
sangat erat kaitannya antara tingkat kerusakan laut dengan status
mutu laut itu sendiri.
3. Mengacu kepada Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup menetapkan bahwa sasaran
pengelolaan lingkungan hidup adalah tercapainya keselarasan,
keserasian dan keseimbangan antara manusia dan Lingkungan hidup
dengan mempertimbangkan generasi kini dan yang akan datang serta
terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana.
Pengendalian pencemaran dan/atau perusakan laut mengacu kepada
sasaran tersebut sehingga pola kegiatannya terarah dan selaras
dengan tetap mempertimbangkan hak dan kewajiban serta peran
masyarakat.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup juga menyebutkan hak setiap anggota masyarakat
atas lingkungan hidup yang baik dan sehat yang diikuti dengan
kewajiban untuk memelihara dan melestarikan fungsi lingkungan
hidup, sehingga setiap orang mempunyai peran yang jelas tentang hak
dan kewajibannya didalam upaya pengendalian pencemaran dan/atau
perusakan laut.
Peraturan Pemerintah ini dimaksudkan juga untuk melaksanakan
tujuan yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan
sebelumnya yang ada kaitannya dengan masalah lingkungan hidup
serta melaksanakan misi yang tercantum dalam konvensi internasional
yang berkaitan dengan hukum laut atau pengendalian pencemaran
dan/ atau perusakan laut. Peraturan Pemerintah ini berkaitan sangat
erat pula dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah tentang
AnalisisMengenai Dampak Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah
tentang Pengendalian Pencemaran Air, Peraturan Pemerintah tentang
Pengetolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, dan Peraturan
Pemerintah tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pengendalian
Dampak Lingkungan ke Daerah.
4. Pengendalian Pencemaran dan/atau perusakan laut merupakan
kegiatan yang mencakup:
a. Inventarisasi kualitas laut dilakukan dengan mempertimbangkan
berbagai kriteria yang ada dalam pengendalian pencemaran
dan/ atau perusakan laut;
b. Penetapan baku mutu air laut dan kriteria baku kerusakan laut
yang digunakan sebagai totak ukur utama pengendalian
pencemaran dan/atau perusakan laut;
c. Pemantauan kuatitas air laut dan pengukuran tingkat kerusakan
laut yang diikuti dengan pengumpulan hasil pemantauan yang
dilakukan oleh instansi lain, evaluasi dan analisis terhadap hasil
yang diperoleh serta pembuatan laporan;
d. Penetapan status mutu laut di suatu daerah;
e. Perencanaan dan pelaksanaan kebijakan pengendaliannya untuk
mempertahankan mutu laut agar tetap baik atau memperbaiki
mutu laut yang telah tercemar atau rusak;
f. Pengawasan terhadap penaatan peraturan pengendalian
pencemaran dan/atau perusakan laut termasuk penaatan mutu
limbah yang dibuang ke laut dan/atau penaatan terhadap
kriteria baku kerusakan laut serta penindakan, pemulihan dan
penegakan hukumnya.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka (1)
Unsur terkait adalah semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup
yang ada dilaut.
Angka (2)
Cukup jelas
Angka (3)
Cukup jelas
Angka (4)
Cukup jelas
Angka (5)
Cukup jelas
Angka (6)
Cukup jelas
Angka (7)
Cukup jelas
Angka (
Yang dimaksud mutu laut tetap baik adaLah mutu laut sama atau
dibawah ambang batas baku mutu air laut atau kriteria baku
kerusakan laut.
Angka (9)
Cukup jelas
Angka (10)
Cukup jelas
Angka (11)
Cukup jelas
Angka (12)
Cukup jelas
Angka (13)
Cukup jelas
Angka (14)
Cukup jelas
Angka (15)
Cukup jelas
Angka (16)
Cukup jelas
PasaL 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Baku mutu air laut ditetapkan berdasarkan peruntukkannya, antara lain:
baku mutu air laut untuk pariwisata dan rekreasi (mandi, renang, dan
selam); baku mutu air laut untuk konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya. Sedangkan kriteria baku kerusakan laut ditetapkan
berdasarkan pada kondisi fisik ekosistem laut yaitu antara lain: terumbu
karang, mangrove dan padang lamun.
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan memenuhi baku mutu air laut adalah jika nilai
atau kadar parameter mutu air laut yang diukur berada dalam batas
atau sesuai dengan ketentuan baku mutu air laut yang ditetapkan oleh
Menteri.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan tidak memenuhi baku mutu air laut adalah jika
nilai atau kadar parameter mutu air laut yang diukur tidak berada
dalam batas atau tidak sesuai dengan ketentuan baku mutu air laut
yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 8
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan lingkungan laut yang memenuhi kriteria baku
kerusakan laut adatah jika kondisi fisik lingkungan laut yang dimaksud
antara lain berada dalam:
Kondisinya “baik” sampai “baik sekali” untuk terumbu karang.
Kondisinya “sedang” sampai “sangat padat”, untuk mangrove.
Kondisinya “Kaya” sampai “sangat kaya” untuk padang lamun.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan lingkungan laut yang tidak memenuhi kriteria
baku kerusakan adalah jika kondisi fisik lingkungan laut yang
dimaksud antara lain berada dalam:
Kondisinya “sedang” sampai “buruk” untuk terumbu karang.
Kondisinya “jarang” sampai “sangat jarang”, untuk mangrove.
Kondisinya “agak miskin” sampai “miskin” untuk padang tamun.
Pasal 9 Sampai dengan Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Yang dimaksud limbah padat adalah termasuk sampah.
Yang dimaksud dengan kegiatan rutin operasionat di laut antara lain:
kapal, kegiatan tepas pantai (off shore) dan perikanan.
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Kewajiban untuk melakukan pencegahan dimaksud merupakan upaya
untuk mengurangi terjadinya kemungkinan resiko terhadap setiap
ekosistem laut berupa terjadinya perusakan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan keadaan darurat adalah suatu keadaan yang
memerlukan penanggulangan sesegera mungkin sehingga
mengesampingkan prosedur normal.
Yang dimaksud dengan benda adalah barang dan/atau bahan dan/
atau zat dan/atau limbah.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang antara lain Menteri
Perhubungan, Menteri Pertambangan dan Energi, dan Menteri
Kehutanan dan Perkebunan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Dalam rangka menetapkan tata cara dumping, Menteri wajib
melakukan koordinasi dengan instansi terkait.
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam hal menetapkan pejabat yang berwenang dan instansi lain
untuk melakukan pengawasan, Menteri melakukan koordinasi dengan
pimpinan instansi yang bersangkutan.
Pasal 2O
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan memperhatikan situasi dan kondisi tempat
pengawasan adalah menghormati nilai dan norma yang berlaku baik
tertulis maupun yang tidak tertulis.
Pasal 21
Cukup jelas
PasaL22
Ayat (1)
Laporan tentang kegiatan pengendalian pencemaran dan/atau yang
disampaikan antara lain berisi hasil pemantauan kualitas dan kuantitas
limbah yang dibuang ke laut, kinerja instatasi pengolahan air limbah,
luas penambangan pasir atau batu yang telah dilakukan dan upaya
minimatisasi dampak, reklamasi pantai.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 23 Sampai dengan Pasal 28
Cukup jelas
__________________________________